Minggu, 29 Desember 2013

Aku, Kamu, Kita

Ada rahasia terdalam yang aku simpan rapat dalam hati,
yang tak aku ceritakan padamu,
Cerita aku, cerita kamu, tentang kita.
Dalam kesenyapan, diantara sepi yang menyapa
Putaran memori masa itu menghampiriku
Terputar kembali kilas-balik semua tentang kita, waktu kita bersama
Saat kau tertawa, saat kau bercanda,
Saat kau terjatuh, saat kau menangis,

Aku mengenalmu melalui sebuah nama,
Aku memahamimu bersama waktu yang beriring,
Kamu... adalah kamu...

Aku mengagumi kedalaman pikiranmu, caramu memandang hidup
Aku begitu terpesona hingga tanpa sadar hanya mengejar bayang-bayang.
Aku menghabiskan waktu dan tenaga untuk mendongak,
sampai lupa kemampuan diriku sendiri.
Aku bahkan mengabaikan suara lirih didasar hatiku.
Aku buta, juga tuli.
Dan disatu titik akhirnya aku tersungkur.
Kau berlalu dan mengubur pengharapanku...

Beberapa waktu berlalu,
ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatiku yang sempat layu.
Kau kembali datang dengan membawa pengharapanku,
Seiring waktu, seperti pergantian musim.
Anggap saja ini musim panas, bukan musim semi.
Sehingga tunas itu hanya sebatas tunas.
Ia tak pernah tumbuh dengan subur, ia kembali layu.

Hakikkinya cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan.
Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan, itulah keberanian.
Atau mempersilakan, yang ini pengorbanan.

Dan inilah yang aku teguhkan.

Kamis, 19 Desember 2013

Tugas Ginekologi: Sistem Rujukan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN SISTEM RUJUKAN
Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. (Kebidanan Komunitas: hal 207)
Rujukan Pelayanan Kebidanan adalah pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas kesehatan lain secara horizontal maupun vertical.
Tata laksana rujukan:                                   
  1. Internal antas-petugas di satu rumah
  2. Antara puskesmas pembantu dan puskesmas
  3. Antara masyarakat dan puskesmas
  4. Antara satu puskesmas dan puskesmas lainnya
  5. Antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
  6. Internal antar-bagian/unit pelayanan di dalam satu rumah sakit
  7. Antar rumah sakit, laboratoruim atau fasilitas pelayanan lain dari rumah sakit
(Kebidanan Komunitas)

2.2 TUJUAN SISTEM RUJUKAN
Tujuan umum sistem rujukan adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu (Kebidanan Komunitas). Tujuan umum rujukan untuk memberikan petunjuk kepada petugas puskesmas tentang pelaksanaan rujukan medis dalam rangka menurunkan IMR dan AMR.
Tujuan khusus sistem rujukan adalah:
a         Meningkatkan kemampuan puskesmas dan peningkatannya dalam rangka menangani rujukan kasus “resiko tinggi” dan gawat darurat yang terkait dengan kematian ibu maternal dan bayi.
b        Menyeragamkan dan menyederhanakan prosedur rujukan di wilayah kerja puskesmas.

2.3 KEGIATAN DAN PEMBAGIAN DALAM SISTEM RUJUKAN
Rujukan dalam pelayanan kebidanan merupakan kegiatan pengiriman orang sakit dari unit kesehatan yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap berupa rujukan kasus patologis pada kehamilan, persalinan dan nifas masuk didalamnya, pengiriman kasus masalah reproduksi lainnya seperti kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan penanganan spesialis. Termasuk juga didalamnya pengiriman bahan laboratorium.
Jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit semula, jika perlu disertai dengan keterangan yang lengkap (surat balasan).
Rujukan informasi medis membahas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim. Kemudian Bidan menjalin kerja sama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan pranatal. Hal ini sangat berguna untuk memperoleh angka-angka secara regional dan nasional pemantauan perkembangan maupun penelitian.
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan internal dan rujukan eksternal.
·               Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk.
·               Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal  (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).

Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan medik dan rujukan kesehatan.
·               Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah. Jenis rujukan medik:
a.       Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain.
b.      Transfer of specimen. Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
c.       Transfer of knowledge/personel. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat. Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi (transfer of knowledge). Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan tingkat provinsi atau institusi pendidikan (transfer of personel).
·               Rujukan Kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan bahan ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini  umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas (pos Unit Kesehatan Kerja).

2.4 ALUR SISTEM RUJUKAN
Alur rujukan kasus kegawat daruratan:
1.      Dari Kader
Dapat langsung merujuk ke:
a.       Puskesmas pembantu
b.      Pondok bersalin atau bidan di desa
c.       Puskesmas rawat inap
d.      Rumah sakit swasta / RS pemerintah
2.      Dari Posyandu
Dapat langsung merujuk ke:
a.       Puskesmas pembantu
b.      Pondok bersalin atau bidan di desa

2.5 LANGKAH-LANGKAH RUJUKAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
1.            Menentukan kegawatdaruratan penderita
a.       Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
b.      Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
2.            Menentukan tempat rujukan
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.
3.            Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarga.  Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil penilaian (termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan. Jika ibu tidak siap dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan.
4.            Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
a.       Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.
b.      Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan.
c.       Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila penderita tidak mungkin dikirim.
5.            Persiapan penderita (BAKSOKUDO)
6.            Pengiriman Penderita
7.            Tindak lanjut penderita :
a.       Untuk penderita yang telah dikembalikan (rawat jalan pasca penanganan)
b.      Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor harus ada tenaga kesehatan yang melakukan kunjungan rumah

2.6 RUJUKAN TERHADAP KELAINAN GINEKOLOGI
2.6.1   Asuhan yang diberikan oleh Bidan
Anamnesa
Pada anamnesa hal-hal yang perlu ditanyakan :
·      Riwayat Kesehatan
Ini berhubungan dengan kebudayaan, ras, dan umur, ini berguna untuk membantu perawat mengkaji kelompok resiko terjadinya penyakit-penyakit gangguan sistem reproduksi.
Kebudayaan kepercayaan/agama sangat mempengaruhi perilaku seseorang dalam hal seksualitas, jumlah pasangan. Penggunaan kontrasepsi dan prosedur spesifik terhadap mengakhiri kehamilan.
·      Riwayat Kesehatan Individu dan Keluarga
Kebiasaan sehat pasien seperti: diet, tidur dan latihan penting untuk dikaji. Pentingnya juga ditentukan apakah pasien peminum alcohol, perokok dan menggunakan obat-obat.
·      Status Sosial Ekonomi
Yang perlu dikaji : tempat lahir, lingkungan, posisi dalam keluar, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, situasi financial, sumber stress, agama, aktivitas-aktifitas yang menyenangkan akan mempengaruhi kesehatan reproduksi.
·      Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi keluhan utama, misalnya : nyeri, perdarahan, pengeluaran cairan / sekret melalui vagina, ada massa keluhan

·      Fungsi roproduksi
Nyeri yang berhubungan dengan gangguan sistem reproduksi hampir sama dengan nyeri pada gangguan system gastrointestinal dan perkemihan pasien harus menguraikan tentang : nyeri, intensitas kapan dan dimana kesediannya, durasi dan menyebabkan nyeri bertambah dan berkurang, hubungan nyeri dan menstruasi, seksual fungsi urinarius  dan gastrointestinal.
Perdarahan perlu dikaji ke dalam perdarahan abnormal seperti : perdarahan pada saat kehamilan, dan setelah menopause, karakteristik perdarahan abnormal harus dikaji mencakup : terjadinya durasi, interval, dan faktor-faktor pencetus perdarahan. Kapan kejadiannya : pada siklus menstrurasi atau menopause, setelah berhubungan seksual, trauma atau setelah aktifitas juga dikaji jumlah darah, warna konsistensi dan perubahan-perubahan yang terjadi.
Pengeluaran cairan melalui vagina dapat menyebabkan infeksi berair di sekitarnya jaringan, gatal, nyeri, selanjutnya timbul rasa malu dan cemas. Perawat harus menanyakan tentang tentang jumlah, warna, konsiskensi, bau dan pengeluaran terus-menerus. Gejalanya seperti luka, perdarahan, gatal, dan nyeri pada genital.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini mencakup:
-       Pemeriksaan fisik umum yaitu : tinggi badan, berat badan, bentuk / postur tubuh, sistem pernapasan, kardiovaskaler tingkat kesadaran
-       Pemeriksaan spesifik yaitu:
·      Pemeriksaan payudara
Pemeriksaan inspeksi payudara dilakukan pada pasien dengan posisi duduk.
Hal yang diperiksa : ukuran, simetris, apakah ada pembengkakan, masa retraksi, jaringan perut / bekas luka, kondisi puting susu.
·      Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan abdomen untuk mengetahui adanya masa abdominopelvic. Massa yang dapat ditemukan pada organ reproduksi, sehingga perlu dikombinasikan riwayat kesehatan
·      Pemeriksaan genetalia eksternal
Bertujuan mengkaji kesesuaian umur dengan perkembangan system reproduksi. Posisi pasien saat pemeriksaan genetalia eksternal adalah litotomi.
Kaji kondisi rambut pada simpisis pubis dan vulva, kulit dan mukosa vulva dari anterior ke posterior hal yang dikaji mencakup adanya tanda-tanda peradangan, bengkak, lesi dan pengeluaran cairan dari vagina.
·      Pemeriksaan pelvic
Pemeriksaan dalam pada vagina dan serviks, pertama kali dilakukan secara manual dengan jari telunjuk, untuk menentukan lokasi seviks.
Lakukan inspeksi serviks, erosi, nodul, massa, cairan pervaginam dan perdarahan, juga lesi atau luka.

2.6.2   Asuhan yang dilakukan di Puskesmas
Pemeriksaan Laboratorium
·      Tes papanicolaou’s atau pap smear
Merupakan pemeriksaan sitologi untuk deteksi adanya sel prekanker dan kanker juga untuk mendeteksi adanya gangguan virus, jamur dan parasit. Pemeriksaan sel dinding vagina juga untuk mengevaluasi fungsi hormon-hormon steroid.

2.6.3   Asuhan yang dilakukan di Rumah sakit
·      Pemeriksaan laboratorium di RS
1.    Pemeriksaan darah
a.   Pituitary Endotropin
Pemeriksaan ini untuk menentukan tingkat kuantitatif follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH) dan prolaktin kadar serum diperiksa mempergunakan metode radioimmuniassay
b.  Hormon Steroid
Pemeriksaan radioimmuniassay untuk mendeteksi kadar estrogen, progesterone dan testosterone pada siklus menstruasi atau orang dewasa laki-laki.
c.   Tes Serologi
Untuk mendeteksi reaksi antigen-anti bodi terhadap respon mikroorganisme seperti pada pasien sifillis, rubella dan herpes simpleks
d.  VDRL (Veneral Discase Research Laboratory)
Ini digunakan untuk mendeteksi, menentukan dan memantau sifillis. Hasil pemeriksaan berbeda pada setiap tahap sifillis. Pada minggu pertama setelah timbulnya kelainan kulit hasilnya negatif dan positif sekali 1-3 minggu.
Hasil pemeriksaan VDRL dibaca dalam tingkat kualitas.
Normal disebut non reactive
Titer 1 : 8 indikasi adanya sifillis
Titer diatas 1 : 32 indikasi sifillis stage ill
e.   Treponomo pallidum Immobilization (TPI) dan Fluoroscent Troponemal Antibody Absorption Test (FTA).
Pemeriksaan ini dilakukan khusus deteksi adanya : Treponema pollidron, tetapi pemeriksaan ini lebih mahal dan lama dibandingkan dengan pemeriksaan VDAL. Hasilnya dibaca positif dan negative, hasil yang (+) mungkin ditemukan lama setelah terapi.
2.      Pemeriksaan Urinalis untuk hormone steroid
Pemeriksaan urine 24 jam dapat di pergunakan untuk menentukan kadar esterogen total dan pregnonodial
3.      Pemeriksaan Mikroskopi
Wet Prep (Wet Smears)
Sekresi vagina dapat diambil pada awal pemeriksaan

·      Tindakan Operatif
-            Persiapan (Pre-Operatif)
Tindakan operasi pada sistem reproduksi wanita ada 2 jenis yaitu operasi minor dan mayor. Operasi minor bertujuan utamanya adalah untuk diagnostik sedangkan operasi mayor adalah pengangkatan satu atau lebih organ reproduksi.
a.         Operasi minor mencakup : dilatasi dan kuret, biopsi serviks, konisasi serviks.
b.        Operasi mayor mencakup : oocpharectomy (pengangkutan ovarium), salpectomy (pengangkutan tuba palofi), histerektomi (pengangkutan usus), histerektomi radikal (pengangkutan uterus, vagina dan parametrium) serta eksentrasi pelvic (pengangkatan pelvic dalam mencakup kandung kemih, rektosigmoid dan semua organ reproduksi).
Persiapan preoperative mencakup persiapan psikologis, pengangkatan organ reproduksi mempunyai dampak emosional yang sangat penting pada wanita. Peran perawat dan bidan adalah membantu wanita untuk eksplorasi perasaannya dan penjelasan tentang tujuan operasi, prosedur dan dampaknya sehingga membantu proses pemulihan.
Persiapan fisiologis, untuk mencegah terjadinya infeksi perlu dilakukan pembersihan pada traktus urinarius dan kolon. Hal-hal yang perlu dipersiapkan:
1.    Pemberian  antibiotic untuk mencegah dan mengobati infeksi
2.    Pembersihan kolon mencakup : pemberian laxative, enema dan diet cair selama 24 jam.
3.    Beri obat-obatan pervagina jika resiko tinggi infeksi
4.  Untuk individu yang resiko thromboplebitis (varises, obesitas dan diabetes mellitus) anjurkan mempergunakan stocking penunjang, heparin dosis rendah, hentikan oral konstrasepsi 3-4 minggu sebelum operasi.

-            Pemantauan Post Operasi mencakup hal-hal sebagai berikut :
1.    Monitor
-       Keseimbangan cairan elektrolit
-       Bunyi paru dan respirasi
-       Distensi abdomen
-       Nyeri tungkai bawah
-       Pembalut luka
-       Tanda-tanda infeksi
2.    Anjurkan latihan nafas setiap 2-4 jam sampai pasien aktif.
3.    Beri obat-obat untuk nyeri secara teratur selama 3 hari post operasi, selanjutnya sesuai kebutuhan.
4.    Untuk nyeri karena abdomen gembung (gas) beri kompres panas pada abdomen, anjurkan ambulasi
5.    Cegah tromboplebilitis
6.    Beri support mental terus-menerus
7.    Anjurkan pasien sebagai berikut :
a.    Hindari kerja berat yang menyebabkan kongesti pembuluh darah pelvic seperti: angkat barang, jalan cepat, loncat, jogging, selama 6-8 minggu post operasi.
b.    Latihan aktifitas seksual post operasi
c.    Resume hubungan seksual selama 4-6 minggu
d.   Lapor dokter segera jika terdapat tanda-tanda tromboemboli
e.    Batasi aktifitas sehari-hari
f.     Kembali ke RS untuk evaluasi terhadap pengobatan.


2.7  CONTOH KASUS RUJUKAN GINEKOLOGI
(menurut buku Ginekologi, 2008)
 2.7.1  Resiko tinggi
a         Hamil dengan perdarahan
b        Hamil dengan penyakit lain
c         Infertilitas
d        Hamil dengan penyulit lain

2.7.2  Perlu tindakan operatif
a         Postmatur > SC
b        KET
c         Mola
d        Abortus
e         Robekan portio
f         .    Hematoma vulva

2.7.3  Gawat darurat obstetrik
a         HPP 
b        Syok 
c         Ruptura uteri
d        Pre eklampsia – Eklampsia

2.7.4  Penyakit kelainan haid yang diperkirakan disebabkan oleh tumor dan memerlukan tindakan operatif
a.       amenorrhoe
b.      hipermenorrhoe
c.       hipomenorrhoe
d.      polymenorrhoe
e.       dismenorrhoe







Jumat, 20 September 2013

Suka: Detective Conan

Ran mengutip kata Minerva Glass:
“Cinta itu nol. Tak peduli seberapa banyak kau menambahkannya, kau hanya akan menemukan penderitaan”.


Jawaban Shinichi:
"Nol adalah dimana kita memulai segalanya! Kita tidak akan bisa jadi apapun kalau tidak melewati nol!" 









hahahah. so romance, so sweet tapi sangat menggelikan #ngakakguling-guling :D

Minggu, 15 September 2013

Tugas: Atresia Ani / Rekti

II.1. ATRESIA REKTI DAN ANUS
II.1.1. Pengertian
Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital.
II.1.2 Patofisiologi
Terjadinya anus imperforata karena kelainan kongenital dimana saat proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rektum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genito urinari dan struktur anorektal. Atresia anal ini terjadi karena ketidaksempurnaannya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7- 10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi. Anus i mperforata dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
II.1.3. Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala atresia anus :
·         Bayi muntah – muntah pada umur 24 – 48 jam.
·         Sejak lahir tidak ada defekasi mekpnium
·         Anus tampak merah, usus melebar, kadang-kadang ileus obstruksi.
·         Termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan.
·         Pada auskultasi terdengar hiperperistaltik.
·         Pada fistula trakeoesofagus, cairan lambung juga dapat masuk ke dalam paru, oleh karena itu bayi sering sianosis.
II.1.4. Klasifikasi
Bayi muntah-muntah pada 24 – 28 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi Ladd dan Bross (2002) membagi anus imperforate dalam 4 golongan, yaitu :
1.      Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus
2.      Membran anus menetap
3.      Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu tercetak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum.
4.      Lubang anus yang terpisah dengan ujung rektum yang buntu
II.1.5. Penyebab
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.      Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2.      Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3.      Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
4.      Atresia ani dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe:
5.      Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat
6.      Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran anus
7.      Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu suatu kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus yang seharusnya terbentuk (lekukan anus)
8.      Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai kantung buntu.
9.      Kelainan yang berdasarkan hubungan antara bagian terbawah rektum yang normal dengan otot puborektalis yang memiliki fungsi sangat penting dalam proses defekasi, dikenal sebagai klasifikasi melboume.
10.  Kelainan letak rendah, Rektum telah menembus "lebator sling" sehingga sfingter ani internal dalam keadaan utuh dan dapat berfungsi normal contohnya berupa stenosis anus (tertutupnya anus oleh suatu membran tipis yang seringkali disertai fistula anokutaneus dan anus ektopikyang selalu terletak dianterior lokasi anus yang normal).
11.  Rektum berupa kelainan letak tengah di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim terdapat lekukan anus (analdimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris.
12.  Kelainan letak tinggi Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika mekonoium jika brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital.
II.1.6 Diagnosis
Cara penegakan diagnosis pada kasus atresia ani atau anus imperforata adalah semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak
II.1.7 Gambaran Klinis
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektavaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari vagina) dan jarang rektoperineal. Untuk mengetahui kelainan ini secara dini pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan maka termometer/jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum, gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah dan berwarna hijau.
II.1.8 Penatalaksanaan
Penanganan secara preventif antara lain:
1.      Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadapobat-obatan,makananawetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani
2.      Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tigaharitidakdiketahuimengidapatresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atautinjaakantertimbunhinggamendesakparu-parunya.
3.      Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.
II.1.8.1 Penanganan Medis
1.      Eksisi membran anal
2.      Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus.
II.1.8.2. Rehabilitasi Dan Pengobatan
1.      Melakukan pemeriksaan colok dubur
2.      Melakukan pemeriksaan radiologik Pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik sellama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikitekstensilalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus.
3.      Melakukan tindakan kolostomi neonatus, tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada evakuasi mekonium.
4.      Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar,atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yangdilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
5.      Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
6.      Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonatus
7.      Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain:
o    Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)
o    Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2 bulan)
o    Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
8.      Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi"abdominalpull-through"manfaat kolostomi adalah antara lain:
o    Mengatasi obstruksi usus
o    Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih
o    Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.
Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut.
II.1.8.3 Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan radiologik dengan enema barium.disini akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit kedaerah yang melebar. pada foto 24 jam kemudian terlihat retensi barium dan gambaran makrokolon pada hirschsprung segmen panjang.
2.      Pemeriksaan biopsi hisap rektum dapat digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas yaitu tidak adanya sel ganglion parasimpatik dilapisan muskularis mukosa dan adanya serabut syaraf yang menebal pada pemeriksaan histokimia, aktifitas kolinaterase meningkat.
Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah bayi lahir dengan melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah perineum. Diagnosis kelainan anurektum tipe pertama dan keempat dapat terlewatkan sampai diketahui bayi mengalami distensi perut dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium.
Pada bayi dengan kelainan tipe satu/kelainan letak rendah baik berupa stenosis atau anus ektopik sering mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium. Pada stenosis yang ringan, bayi sering tidak menunjukkan keluhan apapun selama beberapa bulan setelah lahir. Megakolon sekunder dapat terbentuk akibat adanya obstruksi kronik saluran cerna bagian bawah daerah stenosis yang sering bertambah berat akibat mengerasnya tinja.
Bayi dengan kelainan tipe kedua yang tidak disertai fistula/fistula terlalu kecil untuk dilalui mekonium sering akan mengalami obstruksi usus dalam 48 jam stelah lahir. Didaerah anus seharusnya terentuk penonjolan membran tipis yang tampak lebih gelap dari kulit disekitarnya, karena mekonium terletak dibalik membran tersebut.
Klainan letak tinggi atau agenesis rectum seharusnya terdapat suatu lekukan yang berbatas tegas dan memiliki pigmen yang lebih banyak daripada kulit disekitarnya sehingga pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan lubang fistulla pada dinding posterior vagina/perinium, atau tanda-tanda adanya fistula rektourinaria. Fistula rektourinaria biasanya ditandaioleh keluarnya mekonium serta keluarnya udara dari uretra.
Diagnosi keempat dapat terlewatkan sampai beberpa hari karena bayi tampak memiliki anus yang normal namun salurran anus pendek dan berakhir buntu. Mnifestasi obstruksi usus terjadi segera setelah bayi lahir karena bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium. Diagnosis biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan colok dubur.

DAFTAR PUSTAKA


1.      Staf pengajar ilmu kesehatan anak. (1985). Buku kuliah 1: Ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.
2.      Suriadi, Skp. & Yulianti , Rita, Skp. (2001). Buku pegangan praktek klinik: Asuhan keperawatan pada anak. Edisi 1. Jakarta: CV. Sagung Seto.
3.      Ratna Hidayati, Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan Patofisiologis. Penerbit Salemba Medika
4.      Wong, D. L. (1995). Nursing care of infant and children. 5th ed. St.louis: Mosby Year Book, Inc.
5.      Wong, D. L. (1996). Clinical manual of pediatric nursing. 4th ed. St.louis: Mosby Year Book, Inc.