II.1. ATRESIA REKTI
DAN ANUS
II.1.1.
Pengertian
Atresia
Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital.
II.1.2
Patofisiologi
Terjadinya
anus imperforata karena kelainan kongenital dimana saat proses perkembangan
embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rektum. Dalam
perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang
juga akan berkembang jadi genito urinari dan struktur anorektal. Atresia anal
ini terjadi karena ketidaksempurnaannya migrasi dan perkembangan struktur kolon
antara 7- 10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga
karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina
atau juga pada proses obstruksi. Anus i mperforata dapat terjadi karena tidak
adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak
dapat dikeluarkan.
II.1.3.
Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala atresia
anus :
·
Bayi
muntah – muntah pada umur 24 – 48 jam.
·
Sejak
lahir tidak ada defekasi mekpnium
·
Anus
tampak merah, usus melebar, kadang-kadang ileus obstruksi.
·
Termometer
yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan.
·
Pada
auskultasi terdengar hiperperistaltik.
·
Pada
fistula trakeoesofagus, cairan lambung juga dapat masuk ke dalam paru, oleh
karena itu bayi sering sianosis.
II.1.4.
Klasifikasi
Bayi
muntah-muntah pada 24 – 28 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi Ladd dan Bross
(2002) membagi anus imperforate dalam 4 golongan, yaitu :
1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau
pada anus
2. Membran anus menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum
yang buntu tercetak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum.
4. Lubang anus yang terpisah dengan
ujung rektum yang buntu
II.1.5. Penyebab
Atresia
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas
dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya
perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus
urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
4. Atresia ani dapat dikelompokkan
menjadi beberapa tipe:
5. Saluran anus atau rektum bagian bawah
mengalami stenosis dalam berbagai derajat
6. Terdapat suatu membran tipis yang
menutupi anus karena menetapnya membran anus
7. Anus tidak terbentuk dan rektum
berakhir sebagai suatu suatu kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu
dari kulit di daerah anus yang seharusnya terbentuk (lekukan anus)
8. Saluran anus dan rektum bagian bawah
membentuk suatu kantung buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung
rektum yang berakhir sebagai kantung buntu.
9. Kelainan yang berdasarkan hubungan
antara bagian terbawah rektum yang normal dengan otot puborektalis yang memiliki
fungsi sangat penting dalam proses defekasi, dikenal sebagai klasifikasi
melboume.
10. Kelainan letak rendah, Rektum telah
menembus "lebator sling" sehingga sfingter ani internal dalam keadaan
utuh dan dapat berfungsi normal contohnya berupa stenosis anus (tertutupnya
anus oleh suatu membran tipis yang seringkali disertai fistula anokutaneus dan
anus ektopikyang selalu terletak dianterior lokasi anus yang normal).
11. Rektum berupa kelainan letak tengah
di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim terdapat lekukan anus
(analdimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang ditemukan ini
sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu dengan
uretra pars bulbaris.
12. Kelainan letak tinggi Kelainan ini
lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, sebaliknya kelinan letak redah
sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula
-and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rektovagina. Sedangkan pada
laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan
fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih
pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika mekonoium jika
brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan mekonium dalam rektum
yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan
bentuk anorektum disertai fistula. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan
gangguan pertumbuhan dan fusi. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan
sinus urogenital.
II.1.6 Diagnosis
Cara
penegakan diagnosis pada kasus atresia ani atau anus imperforata adalah semua
bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya, tidak
hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus
imperforata atau tidak
II.1.7 Gambaran Klinis
Pada
golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan
fistula rektavaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari
vagina) dan jarang rektoperineal. Untuk mengetahui kelainan ini secara dini
pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan
termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga
dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan maka
termometer/jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan
terdapat lebih tinggi dari perineum, gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah
lahir berupa perut kembung, muntah dan berwarna hijau.
II.1.8 Penatalaksanaan
Penanganan
secara preventif antara lain:
1. Kepada ibu hamil hingga kandungan
menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadapobat-obatan,makananawetan
dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani
2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru
lahir karena jiwanya terancam jika sampai tigaharitidakdiketahuimengidapatresia
ani karena hal ini dapat berdampak feses
atautinjaakantertimbunhinggamendesakparu-parunya.
3. Pengaturan diet yang baik dan
pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.
II.1.8.1 Penanganan Medis
1. Eksisi membran anal
2. Fistula, yaitu dengan melakukan
kolostomi sementara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus.
II.1.8.2. Rehabilitasi Dan Pengobatan
1. Melakukan pemeriksaan colok dubur
2. Melakukan pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rectum
yang buntu setelah berumur 24jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi
terbalik sellama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikitekstensilalu
dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan
pada daerah lekukan anus.
3. Melakukan tindakan kolostomi
neonatus, tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada evakuasi mekonium.
4. Pada stenosis yang berat perlu
dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar,atau
spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi
sendiri dirumah dengan jari tangan yangdilakukan selama 6 bulan sampai daerah
stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
5. Melakukan operasi anapelasti perineum
yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan
tipe dua.
6. Pada kelainan tipe tiga dilakukan
pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonatus
7. Melakukan pembedahan rekonstruktif
antara lain:
o Operasi abdominoperineum pada usia (1
tahun)
o Operasi anorektoplasti sagital
posterior pada usia (8-!2 bulan)
o Pendekatan sakrum setelah bayi
berumur (6-9 bulan)
8. Penanganan tipe empat dilakukan
dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi"abdominalpull-through"manfaat
kolostomi adalah antara lain:
o Mengatasi obstruksi usus
o Memungkinkan pembedahan rekonstruktif
untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih
o Memberi kesempatan pada ahli bedah
untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum
yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.
Teknik terbaru dari operasi atresia
ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini
punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan
ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik
lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut.
II.1.8.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologik dengan enema
barium.disini akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen
sempit kedaerah yang melebar. pada foto 24 jam kemudian terlihat retensi barium
dan gambaran makrokolon pada hirschsprung segmen panjang.
2. Pemeriksaan biopsi hisap rektum dapat
digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas yaitu tidak adanya sel
ganglion parasimpatik dilapisan muskularis mukosa dan adanya serabut syaraf
yang menebal pada pemeriksaan histokimia, aktifitas kolinaterase meningkat.
Atresia
ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah
bayi lahir dengan melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah
perineum. Diagnosis kelainan anurektum tipe pertama dan keempat dapat
terlewatkan sampai diketahui bayi mengalami distensi perut dan tidak mengalami
kesulitan mengeluarkan mekonium.
Pada
bayi dengan kelainan tipe satu/kelainan letak rendah baik berupa stenosis atau
anus ektopik sering mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium. Pada stenosis
yang ringan, bayi sering tidak menunjukkan keluhan apapun selama beberapa bulan
setelah lahir. Megakolon sekunder dapat terbentuk akibat adanya obstruksi
kronik saluran cerna bagian bawah daerah stenosis yang sering bertambah berat
akibat mengerasnya tinja.
Bayi
dengan kelainan tipe kedua yang tidak disertai fistula/fistula terlalu kecil
untuk dilalui mekonium sering akan mengalami obstruksi usus dalam 48 jam stelah
lahir. Didaerah anus seharusnya terentuk penonjolan membran tipis yang tampak
lebih gelap dari kulit disekitarnya, karena mekonium terletak dibalik membran
tersebut.
Klainan
letak tinggi atau agenesis rectum seharusnya terdapat suatu lekukan yang
berbatas tegas dan memiliki pigmen yang lebih banyak daripada kulit
disekitarnya sehingga pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan lubang fistulla
pada dinding posterior vagina/perinium, atau tanda-tanda adanya fistula
rektourinaria. Fistula rektourinaria biasanya ditandaioleh keluarnya mekonium
serta keluarnya udara dari uretra.
Diagnosi
keempat dapat terlewatkan sampai beberpa hari karena bayi tampak memiliki anus
yang normal namun salurran anus pendek dan berakhir buntu. Mnifestasi obstruksi
usus terjadi segera setelah bayi lahir karena bayi tidak dapat mengeluarkan
mekonium. Diagnosis biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan colok dubur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf pengajar ilmu kesehatan anak.
(1985). Buku kuliah 1: Ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.
2. Suriadi, Skp. & Yulianti , Rita,
Skp. (2001). Buku pegangan praktek klinik: Asuhan keperawatan pada anak. Edisi
1. Jakarta: CV. Sagung Seto.
3. Ratna Hidayati, Asuhan Keperawatan
pada Kehamilan Fisiologis dan Patofisiologis. Penerbit Salemba Medika
4. Wong, D. L. (1995). Nursing care of
infant and children. 5th ed. St.louis: Mosby Year Book, Inc.
5. Wong, D. L. (1996). Clinical manual
of pediatric nursing. 4th ed. St.louis: Mosby Year Book, Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar